Jumat, 12 September 2008

Ketika Jodoh Tak Kunjung Tiba

Fulanah termenung sendirian di kamarnya yang berukuran 3x4 meter persegi sambil sesekali menatap lukisan yang tergantung di sudut kamarnya. Sedikit demi sedikit air matanya keluar walaupun dia telah berusaha menahannya. Lukisan itu mengingatkan pada pelukisnya "si Fulan" yang sejak hari ini statusnya resmi menjadi 'mantan pacar'.

Kesedihan tak bisa dihindari. Setelah tiga tahun berpacaran akhirnya apa yang dikhawatirkannya terjadi juga. Alasan sulitnya komunikasi jarak jauh, kurangnya perhatian, masalah pekerjaan, dan perbedaan-perbedaan lainnya mengilhami perpisahan keduanya.

Selain sedih, perasaan khawatir dan takut tidak mendapat jodoh menghantui si Fulanah mengingat usianya kini bisa dibilang tidak remaja lagi. Kondisi demikian tidak hanya dirasakan oleh si Fulanah ini. Sebab, masih banyak Fulanah lainnya yang mengalami nasib sama. Galau menanti jodoh merupakan tema hidup yang cukup menyakitkan para perempuan yang mematok target menikah.

Perempuan, dengan sifatnya yang relatif lebih pemalu, pasif, dan cenderung menyimpan perasaannya sendirian akan merasa kesulitan untuk menyampaikan keinginan-keinginannya. Akhirnya, dia menjadi sosok yang sensitif apalagi jika menyangkut masalah jodoh, mengingat usia layak nikah perempuan lebih cepat dibanding dengan laki-laki.

Betulkah demikian? Secara psikologis, bisa jadi demikian. Tapi, perlukah seorang Muslimah galau menanti jodohnya? Pantaskah dia menjadi hilang arah karena dorongan hati dan desakan jiwa sulit diajak kompromi ditambah dengan dorongan dan permintaan keluarganya yang makin memekakkan telinga?

Jika seseorang sudah kehilangan arah, kehilangan pegangan, dan tidak memiliki prinsip apa-apa lagi, maka hidupnya tidak akan berjalan normal. Dia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan dan diputuskan. Dan dia pun tidak punya sikap yang tegas. Itu sangat berbahaya sekali karena akan menggiringnya pada kenekadan-kenekadan yang akan merugikan diri dan orang-orang di sekitarnya.

Mendapat pasangan hidup adalah impian setiap orang yang masih lajang. Menjadi seorang yang single memang bukan akhir dari segalanya, tapi tetap saja manusia itu butuh seseorang untuk dijadikan pasangan hidup. Itulah fitrah.

Di saat seorang perempuan dewasa menerima undangan pernikahan dari teman-teman seusianya, pikirannya menerawang dan hatinya bertanya-tanya, "Kapan giliran saya mengundang mereka, selama ini saya hanya menerima undangan terus dari orang lain?"

Sebetulnya, kita tidak perlu merasa cemas jika kita berpegang teguh pada keyakinan bahwa jodoh merupakan hak prerogatif Allah yang tidak bisa diganggu gugat. Kapan pun dan siapa pun yang Allah tentukan sebagai jodoh kita, maka harus diyakini dan disyukuri. Memang terdengar klise, tapi inilah yang harus kita tanamkan dalam hati dan pikiran. Inilah yang sering sulit dipahami oleh manusia, sehingga dia menuduh Allah telah berbuat tidak adil.

Setan memang sangat ahli membisik-bisikkan sesuatu ke dalam hati manusia agar dia menjadi khawatir, ragu, dan berpaling dari kebenaran, termasuk dalam hal jodoh. Banyak orang yang menjadi buta dan tidak mengindahkan nasihat orang lain saat hatinya dilanda perasaan tak menentu. Kegundahan ini sebenarnya bisa berubah menjadi ketenteraman dan ketenangan jika kita memperhatikan beberapa hal.

Pertama, husnuzhan-lah (berbaik sangka) kepada Allah. Takdir apapun yang Allah tetapkan untuk kita, itu adalah hak Allah sepenuhnya. Dan yakinlah, ketentuan Allah adalah hal terbaik bagi kita.

Kedua, doa dan istighfar adalah senjata terampuh bagi setiap permasalahan yang kita hadapi. Teruslah memohon ampun pada-Nya karena siapa tahu apa yang menimpa kita merupakan buah dari kesalahan-kesalahan kita.

Maka sepantasnyalah kita memohon ampun terlebih dahulu sebelum kita menyampaikan keinginan-keinginan kita kepada Allah. Mintalah pasangan pilihan Allah untuk menjadi jodoh kita.

Ketiga, sempurnakan dengan amalan, yaitu tekun berpuasa. Bukankah itu yang dianjurkan oleh Rasulullah bagi para lajang selama mereka belum mendapatkan pasangan? Puasa dapat membantu kita untuk mengontrol hati sehingga tidak mengalami kekecewaan berkepanjangan.

Keempat, jangan menyendiri! Berkumpullah dengan orang-orang yang taat dan shalih yang dapat membangkitkan semangat kebaikan pada diri kita.
Kelima, pilihlah seseorang yang amanah dan takwa untuk dijadikan sebagai teman curhatyang bisa memberikan solusi yang tepat dan benar sesuai dengan tuntunan agama.

Kita berharap, semoga kegundahan yang dialami si Fulan atau Fulanah yang sedang menanti jodoh berubah menjadi ketenteraman dan ketenangan sehingga membuat mereka menjadi semakin produktif. Yakinlah, bahwa Allah Mahatahu atas kebutuhan kita dibanding kita sendiri.


Sumber : Republika Online

Tidak ada komentar: